AASI: Industri Asuransi Umum Syariah Masih Didominasi Tiga Lini Bisnis

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, asuransi umum syariah alami penurunan 5,02% yoy menjadi Rp 321 miliar pada Februari 2021 dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 338 miliar.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengungkapkan, industri asuransi umum syariah termasuk juga konvensional terpapar atas kondisi perekonomian secara makro yang berujung pada berkurangnya pembiayaan syariah.

"Pembiayaan syariah ini kita ketahui digunakan untuk pembiayaan kendaraan bermotor dan rumah tinggal. Untuk saat ini industri asuransi umum syariah masih didominasi oleh kendaraan bermotor, harta benda dan kecelakaan diri," ujar Erwin dikutip dari kontan.co.id, Selasa (27/4).

Erwin menjelaskan, industri asuransi umum syariah sejak tahun lalu, mempunyai potensi baru berupa asuransi perjalanan umrah. Dengan pemberlakuan Keputusan Menteri Agama yang mengharuskan jamaah umrah dijamin oleh asuransi syariah, hal ini menumbuhkan potensi pasar baru mengingat jumlah jamaah (dalam keadaan normal) sebanyak 1 juta orang per tahun.

"Perolehan pendapatan dari sektor ini pun awalnya diharapkan dapat mendongkrak kontribusi secara nasional," katanya.

Ia memaparkan, seiring dengan upaya dan kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah, tentunya para pelaku semakin meningkat keyakinan bahwa industri asuransi umum syariah ke depannya akan bounce. Sembari menantikan hasil penerapan penghapusan PPNBM, yang sudah mendorong peningkatan penjualan mobil di kuartal kedua.

Selain itu, pemberian vaksin yang bertujuan untuk kembali menggerakkan roda perekonomian pun tentunya akan berdampak bagi industri asuransi syariah.

Hal berikutnya, dengan penguatan sektor perbankan syariah, tentunya akan berimbas positif kepada industri asuransi syariah (baik umum maupun jiwa).

Erwin menyebut, seiring dengan pengalaman turbulensi yang di rasakan bersama sejak tahun lalu, beberapa strategi bisa ditempuh dalam menjaga kinerja asuransi umum syariah yaitu, menyiapkan beberapa alternatif solusi (contingency plan) guna mengantisipasi risiko-risiko tak terduga.

"Selain itu, membiasakan budaya risiko mulai dari pimpinan tertinggi sampai yang di level terendah, dan memberikan kesadaran kepada semua pihak, bahwa mereka adalah risiko sekaligus solusi bagi kemajuan dan perkembangan industri," imbuh Erwin.

Sumber

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama